Senin, 12 Mei 2014

JALAN-JALAN MURAH TAPI ASIK.....



Jarang-jarang loh..., aku jalan bareng anak-anak Sasindo terutama yang anak-anak Choki-choki. Sudah berulang kali kami merencanakan jalan bareng berulang kali juga gatot alias ga terlaksana. Nah akhirnya ada sat rencana kecil terlaksana. Meskipun sebuah rencana sederhana, kebersamaan tetaplah menjadi hal yang luar biasa.

KALAH NARSIS

Ternyata aku kalah narsis sama bapakku, yah... kapan-kapan deh kalo ada kesempatan foto bareng sama mas ini,




Bapakku yang baju biru ya..., bukan mas yang tinggi itu ...

Kalo yang pake baju motif batik putih itu Pakdeku, ...
Masnya tinggi, ya iyalah Atlet, eh... aku juga Atlet loh.... he he... anggap aja calon atlet, atlet yang takut buat turun ke medan laga, ...

Kamis, 27 Maret 2014

SEMBILAN KILOMETER --> Jarak Menarik --> Perjuangan



 
Sembilan kilometer, itulah kira-kira jarak yang harus saya tempuh pada ujian stamina Ujian Kenaikan Tingkat Merpati Putih pada 15 s.d. 16 Maret 2014 di Gelanggang UGM. Ini pengalaman pertama bagi saya. Enam bulan lalu saya bergabung dengan UKM dan selama enam bulan itulah saya mengikuti latihan rutin. Segala doa dan harapan selalu terucap agar kegagalan tidak menyertai saya pada kesempatan itu.
Pagi itu, Minggu, 16 Maret 2014, setelah salat subuh, saya  dan rekan-rekan yang lain dikumpulkan di hall Gelanggang Mahasiswa UGM. Setelah semalam ujian tertulis dan ujian tata gerak yang cukup menguras tenaga, saya harus bangun lebih pagi dari biasanya. Masih sedikit sempoyongan perpaduan antara mengantuk dan lelah. Kami melaukan pemanasan, melenturkan otot-otot. Kemudian, setiap peserta diberi satu sachet kecil coklat pasta dan setengah gelas air untuk bekal energi. Setelah itu kami, para pesilat, diberangkatkan untuk lari dengan rute Jalan Colombo, Jalan Gejayan, Jalan Kaliurang, Jalan C. Simanjuntak, Jalan Cikdiktiro dan berakhir di Gelanggang UGM.
Berbekal energi satu sachet coklat pasta dan setengah gelas air saya mulai berlari meninggalkan wilayah UGM menuju Jalan Gejayan melalui Jalan Colombo. Lari saya masih stabil masih berirama dan masih bisa mengimbangi rekan-rekan pesilat yang lain. Stamina saya buruk. Sampai tujuan dengan selamat pun adalah keberuntungan bagi saya.
Telapak kaki ini terasa panas dan terluka. Saya ingin berhenti sesaat dan melihatnya. Namun, jika saya tahu telapak kaki saya terluka itu hanya akan mengurangi laju lari saya. Saya sangat menahan diri dari hal itu. Saya terus meyakinkan diri telapak kaki saya baik-baik saja, tidak ada luka. Begitu saya tahu jika telapak kaki saya terluka. Saya hanya akan melangkah dengan hati-hati dan mengurangi laju lari saya.
Saya berlari bersama salah seorang pesilat putri dari Universitas Islam Negeri Yogyakarka. Kami telah saling mengenal sebelumnya. Kami sama-sama buruk pada ujian stamina. Dalam perjalanan kami saling menyemangati. Saling mengucapkan “Kita pasti bisa!”. Lelah, kami memasuki batasan kami. Berjalan bahkan lebih cepat dari berlari. Telapak kaki saya seolah tak sanggup menapak lagi di aspal. Pada kakiku, seolah terdapat beban yang sayaseret-seret sepanjang jalan. Keringat mengalir di wajah. Terasa asin di bibir dan terasa perih di mata. Kehalusan aspal Jalan Kaliurang bagai lautan kerikil tajam yang menancap-nancap di kaki. Saya dan rekan saya mulai melamban.
Sebuah motor berhenti tidak jauh dari kami. Seorang ibu menggendong bayinya mengendarai motor tersebut. Dia berusaha membenahi posisinya. Kami berhenti sesaat melihat ibu itu sedikit kesulitan. Tiba-tiba kain gendongan ibu itu terlepas. Bayi itu melorot sedikit demi sedikit. Kami segera menghampiri mereka dan menagkap bayi tersebut sebelum dia benar-benar menghantam aspal jalan kaliurang yang sebenarnya lembut tetapi berbahaya bagi bayi. Tangan saya benar-benar gemetar. peristiwa itu hanya berlangsung beberapa detik tetapi sangat membekas di hati. Ibu itu memeluk anaknya. Tangannya mendekap hangat dan menepuk-nepuk punggung bayi itu. Sayaterhenyak, tangan kanan ibu itu tidak memiliki jari. Dia memberikan dekapan dan kasih sayang yang sempurna untuk anaknya dalam kekuarangsempurnaannya. Ibu itu membenarkan gendongannya dan pergi dengan motornya setelah mengucapkan terima kasih pada saya dan rekan saya.
Hari itu saya dan ibu itu sama-sama berjuang, namun tujuan kami berbeda. Ibu itu berjuang dengan tulus menggendong anaknya. Saya berjuang dengan sepenuh hati dan tenaga saya untuk mencapai garis akhir rute perjuangan saya. Tujuan kami berbeda tetapi saya yakin perasaan yang kami rasakan sama. Perasaan untuk terus memacu diri dan perasaan untuk tidak menyerah. Saya masih terus berlari hingga akhir dan saya mampu mencapai garis akhir walau dengan nilai minimal karena melewati waktu yang ditentukan. Namun, saya dapat merasakan nikmatnya perjuangan.

Buah Samosir, Apakah Ini Buah Ceri Lokal Asli Indonesia?

Apa Itu Buah Samosir?  Hayo tebak! Apa nama buah yang ada pada foto? Anggur? Ceri? Jika dilihat dari dekat buah ini mirip buah ceri. ...