Minggu, 03 November 2013




ANALISIS FAKTA CERITA ALUR DAN TOKOH SERTA SARANA-SARANA CERITA CERPEN “TAKDIR” KARYA AS SIDQON

1.    ANALISIS FAKTA-FAKTA CERITA CERPEN “TAKDIR”
a.    Analisis Alur Cerpen “Takdir”
1.      Peristiwa
Peristiwa adalah peralihan keadaan satu ke keadaan yang lain (Luxemburg dkk. dalam Pujiharto, 2012: 33). Dalam cerpen “Takdir” karya As Siqqon terdapat peristiwa-peristiwa yang saling berhubungan untuk membangun alur yang akan diuraikan dalam uraian-uraian berikut.
Peristiwa pertama adalah peristiwa pertemuan tokoh aku dan tokoh kakek.
Aku sedang berlari dan itu hari kelima aku berlari. Dengan dada yang sesak. Kesedihan yang menikam. Juga marah semarah-marahnya kepada Tuhan!
Lalu aku sampai di hadapan laki-laki ini. Laki-laki berserban putih dan berpakaian serba putih. Dia tentu bukan Tuhan yang sedang aku cari, tetapi aku rasa dia wakil-Nya. Bukankah orang yang saleh itu dekat dengan Tuhan? Orang yang dekat dengan Tuhan tentu boleh berbicara mengatasnamakan Tuhan.
(Republika, 3 Maret 2013)
Peristiwa tersebut termasuk peristiwa fisis. Kutipan di atas menunjukan peralihan keadaan tokoh aku yang tadinya sedang mencari-cari Tuhan ke keadaan dirinya yang bertemu dengan tokoh kakek.
Peristiwa di atas juga dapat disebut sebagai peristiwa fungsional karena peristiwa tersebut mempengaruhi alur cerita cerpen “Takdir”. Jika tokoh aku tidak bertemu dengan tokoh kakek maka tidak akan terjadi cerita si kakek yang menjelaskan persoalan takdir pada tokoh aku.
Peristiwa kedua adalah saat kakek tiba-tiba terdiam mendengar perkataan tokoh aku.
“Iya, Kakek. Aku memang depressi, aku memang sedang kurang waras! Aku mengerti, Kek. Tetapi, apakah Kakek tidak mau berdoa untukku? Andai aku selama ini dekat dengan- Nya aku bisa meminta sendiri, tidak perlu meminta bantuan Kakek.”
Kulihat orang yang kupanggil dengan sebutan kakek itu terdiam. Mungkin dia sedang mempertimbangkan permintaanku yang sepele itu.
(Republika, 3 Maret 2013)
Peristiwa tersebut dapat disebut peristiwa nonfisis karena peristiwa tersebut merupakan perubahan tokoh kakek yang tadinya sedang menasehati tokoh aku menjadi terdiam untuk berpikir.
Peristiwa ketiga adalah peristiwa nonfisis yang dialami tokoh “aku” yaitu ketika tokoh “aku” menjadi bingung dengan penjelasan “kakek”.
“O, jika benar demikian, tidak perlu lagi kita berdoa dan berusaha?”
“Tidak demikian. Rezeki dan kematian sudah ditentukan oleh-Nya, tetapi kita tak tahu ketentuan-Nya itu seperti apa. Karena itu, rezeki harus dikejar dan kematian harus dihindari.”
Aku mengernyitkan dahi. Ada yang kurasa masih samar. Mungkin karena jiwaku masih lelah, kejernihan pikiranku tidaklah sempurna.
(Republika, 3 Maret 2013)
Peristiwa selanjutnya adalah peristiwa non fisis yang dialami tokoh aku yaitu ketika ia mulai dapat memahami penjelasan kakek.
“Jadi, apa perlunya kita menyakini ketentuan Tuhan atas kematian atau rezeki itu, Kakek?”
“Pertanyaan yang bagus, cucuku. Sungguh tak dapat dimungkiri bahwa soal kelahiran, soal kematian, soal rezeki, soal jodoh, dan banyak hal lainnya adalah hal-hal penting dalam hidup manusia. Sementara, manusia tidak dapat mengendalikan banyak aspek dari hal-hal itu secara mutlak. Kita berusaha terhindar dari kematian mendadak, tetapi bisa saja kecelakaan menimpa kita dan tewaslah kita seketika. Ini seperti yang dialami lelakimu.”
Aku mulai mengerti. Aku merasakan ada seberkas cahaya menyinari pikiranku.
(Republika, 3 Maret 2013)
Peristiwa selanjutnya adalah peristiwa fisis yaitu kedatangan tokoh aku ke tempat kakek.
Seminggu kemudian, aku kembali ke tempat kakek berada. Syukur, tidak sulit menemukannya kembali. Kali ini dia tidak serba putih. Dia memakai kaos oblong warna hitam dan celana komprang pendekar. Bagiku tak penting benar apa yang dikenakan kakek ini sebab yang penting bagiku adalah kata-katanya!
(Republika, 3 Maret 2013)


Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa kaitan yang mengaitkan ke peristiwa selanjutnya. Jika “aku” tidak kembali menemui “kakek” maka tidak akan terhubung dengan peristiwa selanjutnya yaitu peristiwa nonfisis yang dialami aku. Tokoh aku mulai dapat memahami nasehat kakek. Peristiwa pertemuan kembali tokoh aku dan kakek juga menunjukan bahwa tokoh “aku” untuk mencapai pemahaman membutuhkan proses dan waktu.
Peristiwa berikut adalah peristiwa nonfisis yang dialami tokoh aku.
“Cucuku, selembar daun kering yang jatuh di malam yang gelap Allah Tahu dan Allah Berkuasa atasnya. Daun itu mula-mula layu lalu kering karena sebuah proses alamiah, setelah itu ia luruh dari batang pohon dan melayang di udara, ia akan jatuh di mana itu adalah terserah angin yang menghembusnya. Tetapi, kalau Allah menghendaki, bisa saja daun itu tertahan di udara. Tetapi, jika daun itu jatuh ke tanah secara alamiah maka itu adalah kehendak Allah juga. Hanya saja, ini adalah kehendak Allah yang tidak ajaib menurut mata manusia.”
“Teruskan, Kek. Aku mulai paham.”
(Republika, 3 Maret 2013)
Peristiwa nonfisis selanjutnya adalah tokoh aku merasa senang karena dia berhasil memahami kesalahannya yang telah menyalah artikan kata ikhtiar. Hal itu juga menunjukan perubahan keadaan aku yang tadinya tidak menerima takdir Tuhan menjadi dapat menerima takdir tersebut.
“Kamu lulus, cucuku!”
Aku merasa senang mendengar predikat “lulus” itu. Kini hatiku serasa seluas samudera. Tidak ada lagi dalam hatiku kesedihan sebab lelakiku yang telah tiada. Aku rasa yang terpenting buatku sekarang adalah mejalani hidup ini penuh optimisme sebab kini aku tahu secara pasti bagaimana menempatkan kebebasanku berbuat dalam kerangka ikhtiar dan bagaimana aku sangat yakin bahwa Allah akan mengulurkan tangan-Nya untukku.
(Republika, 3 Maret 2013)
2.      Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan kausalitas. Alur dalam sebuah cerpen dapat berupa alur rekat dan alur renggang. Cerpen “Takdir” karya As Sidqon menggunakan alur renggang. Walaupun tokoh-tokohnya sedikit yaitu hanya tokoh aku dan kakek tetapi peristiwa-peristiwa dalam cerpen tersebut tidak terlalu padat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Hal itu dapat terlihat dari kutipan berikut.
Seminggu kemudian, aku kembali ke tempat kakek berada....
(Republika, 3 Maret 2013)
Pada kutipan di atas diketahui bahwa cerita berlangsung selama satu minggu. Selama satu minggu itu peristiwa yang terjadi tidak begitu padat.
b.   Analisis Tokoh Cerpen “Takdir”
1.    Penokohan dan Perwatakan
Dalam cerpen “Takdir” terdapat dua tokoh yaitu tokoh aku dan tokoh kakek. Tokoh aku adalah seorang wanita yang ditinggal mati suaminya. Hal itu diketahui melalui dialog antar tokoh.
“Permintaanmu aneh! Mustahil bagi-Nya menghidupkannya kembali di dunia ini.”
“Mustahil? Adakah sesuatu yang mustahil bagi Allah?”
“Maksudku, suamimu itu mustahil hidup kembali.”
(Republika, 3 Maret 2013)
Tokoh aku digambarkan sebagai orang sangat berambisi meskipun ambisinya itu salah. Hal itu terlihat pada kutipan berikut.
 “JADI, … kamu ingin Tuhan menghidupkan kekasihmu kembali?”
“Iya!”
Aku sedang berlari dan itu hari kelima aku berlari. Dengan dada yang sesak. Kesedihan yang menikam. Juga marah semarah-marahnya kepada Tuhan!
(Republika, 3 Maret 2013)


Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa ia telah berhari-hari berusaha untuk menghidupkan kekasihnya.
Tokoh kakek dijelaskan secara langsung oleh pengarang melalui tokoh aku. Tokoh kakek digambarkan sebagai orang yang saleh. Hal itu diketahui melalui kutipan berikut.
Lalu aku sampai di hadapan laki-laki ini. Laki-laki berserban putih dan berpakaian serba putih. Dia tentu bukan Tuhan yang sedang aku cari, tetapi aku rasa dia wakil-Nya. Bukankah orang yang saleh itu dekat dengan Tuhan? Orang yang dekat dengan Tuhan tentu boleh berbicara mengatasnamakan Tuhan.
Tokoh kakek juga orang yang sabar dan bijaksana hal ini dapat terlihat dari reaksi kakek menghadapi tokoh aku yang mendesaknya untuk berdoa agar Tuhan menghidupkan suaminya.
“Begitu lemahkah Allah sehingga untuk menghidupkan satu nyawa saja Dia tidak sanggup? Allah tentunya Maha Kuasa, bukan, Kek?”
“Bukan begitu masalahnya, cucuku!”
“Sudahlah, kumohon Kakek tidak menolak permintaanku. Aku hanya ingin Kakek berdoa kepada-Nya agar kekasihku itu hidup kembali. Hanya berdoa, Kek!”
“Kamu depressi, cucuku! Kamu terlalu sedih dengan musibah yang menimpamu.”
(Republika, 3 Maret 2013)
2.    Jenis Tokoh
Berdasarkan wataknya, tokoh dibedakan menjadi dua macam yaitu tokoh sederhana dan tokoh bulat/kompleks. Tokoh kakek merupakan tokoh sederhana karena tokoh tersebut memiliki sifat yang monoton dan hanya mencerminkan satu watak saja. Dari awal cerita hingga akhir cerita dia digambarkan sebagai orang yang sabar dan bijaksana.
Tokoh aku merupakan tokoh bulat atau kompleks karena sifat dan tingkah lakunya mengalami perubahan. Perubahan sifat tokoh “aku” yaitu pada awalnya ia sangat berambisi untuk menghidupkan kekasihnya tetapi atas nasehat kakek pada akhir cerita dia dapat menerima kematian suaminya.
3.    Motivasi Tokoh
Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh tokoh didasari oleh motivasi tertentu. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu motivasi dasar dan motivasi spesifik. Dalam cerpen “Takdir”, tokoh-tokohnya juga memiliki motivasi dasar maupun motivasi spesifik.
Motivasi dasar tokoh “aku” adalah ingin kekasihnya hidup kembali. Motivasi spesifiknya adalah meminta kakek untuk berdoa pada Tuhan agar kekasihnya dihidupkan kembali.
Motivasi dasar tokoh “kakek” adalah ingin tokoh aku memahami Takdir Tuhan. Motivasi spesifiknya adalah memberi penjelasan tentang takdir kepada tokoh “aku”.
2.    ANALISIS SARANA-SARANA CERITA CERPEN “TAKDIR”
a.      Analisis  Judul Cerpen “Takdir”
Judul merupakan bagian dari sarana-sarana cerita. Melalui judul pengarang menimbulkan pola-pola bermakna. Judul juga membantu pembaca memahami cerita. Dalam cerpennya, As Sidqon menggunakan judul “Takdir”. As Sidqon tidak menggunakan judul lain untuk cerpennya misalnya “Ketentuan Tuhan”, “Nasib”, atau lain sebagainya karena kata “takdir” sudah mencakup keduanya. “Takdir” dirasa lebih tepat untuk mewakili cerita cerpen karyanya yang menceritakan seseorang yang berusaha merubah ketentuan Tuhan atas dirinya. Dalam cerpen tersebut para tokoh menjadikan persoalan takdir menjadi bahan pembicaraan dari awal cerita hingga akhir cerita. “Takdir” seperti sebuah istilah yang dijelaskan As Sidqon melalui peristiwa-peristiwa yang ada dalam cerpen tersebut. “Takdir” merupakan kesimpulan dari semua permasalan tokoh dalam cerpen tersebut. Jadi, judul cerpen “Takdir” karya As Sidqon memang relevan dengan isi cerita tersebut.
b.    Analisis Sudut Pandang Cerpen “Takdir”
Selain judul, pengarang juga menggunakan sudut pandang untuk membentuk pola-pola bermakna. Melalui sudut pandang, pembaca diajak melihat cerita dari posisi pengarang melihat. Pada cerpen “Takdir” karya As Sidqon, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama utama. Pada cerpen tersebut, “aku” selain sebagai tokoh utama cerpen tersebut, “aku” juga bercerita dengan kata-katanya sendiri. Ia menceritakan suasana hati dan pemikirannya. Ia juga menceritakan tokoh lain yaitu  kakek.  Hal itu dapat terlihat pada kutipan berikut.
Aku sedang berlari dan itu hari kelima aku berlari. Dengan dada yang sesak. Kesedihan yang menikam. Juga marah semarah-marahnya kepada Tuhan!
Lalu aku sampai di hadapan laki-laki ini. Laki-laki berserban putih dan berpakaian serba putih. Dia tentu bukan Tuhan yang sedang aku cari, tetapi aku rasa dia wakil-Nya. Bukankah orang yang saleh itu dekat dengan Tuhan? Orang yang dekat dengan Tuhan tentu boleh berbicara mengatasnamakan Tuhan.
(Republika, 3 Maret 2013)
Pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama-utama dari awal cerita hingga akhir cerita. Hal itu terlihat pada bagian akhir cerita berikut.
Aku merasa senang mendengar predikat “lulus” itu. Kini hatiku serasa seluas samudera. Tidak ada lagi dalam hatiku kesedihan sebab lelakiku yang telah tiada. Aku rasa yang terpenting buatku sekarang adalah mejalani hidup ini penuh optimisme sebab kini aku tahu secara pasti bagaimana menempatkan kebebasanku berbuat dalam kerangka ikhtiar dan bagaimana aku sangat yakin bahwa Allah akan mengulurkan tangan-Nya untukku.
“Kamu melamun, cucuku?”
“Oh ya…!” (*)
(Republika, 3 Maret 2013)
c.    Analisis Konflik dan Klimaks cerpen “Takdir”
Konflik merupakan bagian yang penting untuk membangun alur. Konflik dapat terjadi karena hasrat dua orang tokoh atau lebih atau hasrat seorang tokoh dengan lingkungannya. Dalam cerpen “Takdir” juga terdapat konflik-konflik yang membentuk alur.
Pertama adalah konflik yang terjadi pada diri tokoh “aku” ketika si “aku” berkeinginan agar kekasihnya hidup kembali. Si “aku” juga menceritakan kesedihannya dan betapa marahnya ia pada Tuhan.
“JADI, … kamu ingin Tuhan menghidupkan kekasihmu kembali?”
“Iya!”
Aku sedang berlari dan itu hari kelima aku berlari. Dengan dada yang sesak. Kesedihan yang menikam. Juga marah semarah-marahnya kepada Tuhan!
(Republika, 3 Maret 2013)
Konflik seperti yang telah disebutkan di atas merupakan konflik internal karena konflik tersebut berupa pergolakan batin yang dialami tokoh “aku”.
Konflik yang kedua adalah konflik antara tokoh aku dan kakek. Tokoh “aku” terus mendesak “kakek” untuk berdoa pada Tuhan agar kekasihnya dihidupkan kembali. Tetapi tokoh kakek terus mengatakan bahwa permintaannya mustahil dikabulkan oleh Tuhan.
“Permintaanmu aneh! Mustahil bagi-Nya menghidupkannya kembali di dunia ini.”
“Mustahil? Adakah sesuatu yang mustahil bagi Allah?”
“Maksudku, suamimu itu mustahil hidup kembali.”
“Begitu lemahkah Allah sehingga untuk menghidupkan satu nyawa saja Dia tidak sanggup? Allah tentunya Maha Kuasa, bukan, Kek?”
“Bukan begitu masalahnya, cucuku!”
“Sudahlah, kumohon Kakek tidak menolak permintaanku. Aku hanya ingin Kakek berdoa kepada-Nya agar kekasihku itu hidup kembali. Hanya berdoa, Kek!”
“Kamu depressi, cucuku! Kamu terlalu sedih dengan musibah yang menimpamu.”
“Iya, Kakek. Aku memang depressi, aku memang sedang kurang waras! Aku mengerti, Kek. Tetapi, apakah Kakek tidak mau berdoa untukku? Andai aku selama ini dekat dengan- Nya aku bisa meminta sendiri, tidak perlu meminta bantuan Kakek.”
(Republika, 3 Maret 2013)
Konflik di atas adalah konflik eksternal karena konflik itu terjadi antara tokoh dengan sesuatu di luar dirinya yaitu antara tokoh aku dan tokoh kakek.
Ketiga adalah konflik yang dialami tokoh “kakek”. Konflik tersebut terjadi ketika kakek didesak oleh tokoh “aku”.
“Sudahlah, kumohon Kakek tidak menolak permintaanku. Aku hanya ingin Kakek berdoa kepada-Nya agar kekasihku itu hidup kembali. Hanya berdoa, Kek!”
“Kamu depressi, cucuku! Kamu terlalu sedih dengan musibah yang menimpamu.”
“Iya, Kakek. Aku memang depressi, aku memang sedang kurang waras! Aku mengerti, Kek. Tetapi, apakah Kakek tidak mau berdoa untukku? Andai aku selama ini dekat dengan- Nya aku bisa meminta sendiri, tidak perlu meminta bantuan Kakek.”
Kulihat orang yang kupanggil dengan sebutan kakek itu terdiam. Mungkin dia sedang mempertimbangkan permintaanku yang sepele itu.
(Republika, 3 Maret 2013)
Sikap diam kakek menandakan bahwa ia sedang berpikir bagaimana memberi penjelasan yang tepat bagi tokoh aku. Dalam keadaan itu terjadilah konflik internal dalam diri kakek.
Konflik-konflik tersebut memiliki konflik utama. Hal tersebut berkaitan dengan klimaks cerita cerpen “Takdir”. Klimaks dalam cerpen tersebut terjadi di awal cerita yaitu yaitu saat tokoh aku merasa sedih dan marah pada Tuhan atas kematian kekasihnya karena keinginannya untuk menghidupkan kekasihnya tidak kunjung terwujud.
3.    DAFTAR PUSTAKA
Pujiharto.2012. Pengantar Teori Fiksi. Ombak: Yogyakarta
As Sidqon. 2013. “Takdir”. Dalam Republika, 3 Maret 2013. Dalam http://lakonhidup.wordpress.com/2013/03/03/takdir/. Diakses pada 19 Juni 2013 pukul 16.20.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buah Samosir, Apakah Ini Buah Ceri Lokal Asli Indonesia?

Apa Itu Buah Samosir?  Hayo tebak! Apa nama buah yang ada pada foto? Anggur? Ceri? Jika dilihat dari dekat buah ini mirip buah ceri. ...