Jumat, 15 November 2013



DRAMA “SANDHYAKALA NING MAJAPAHIT” KARYA SANUSI PANE:
ANALISIS STRUKTUR DAN TEMA

1.    PENGANTAR
Sanusi Pane adalah seorang sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru. Ia dikenal sebagai seorang penyair. Ia mulai bersajak sejak usianya 16 tahun. Puisinya yang perjama berjudul Tanah Airku dimuat dalam salah satu majalah sekolah, Jong Sumatra, tahun 1921. Sajak-sajaknya dapat dijumpai dalam beberapa kumpulan sajaknya, Pancaran Cinta (1926), Puspa Mega (1927), dan Madah Kelana.. Menurut Amal Hamzah, pada kedua kumpulan sajaknya, Puspa Mega dan Pancaran Cinta tampak romantik remaja Sanusi Pane (Usman, 1959:171). Sanusi Pane sering dipertentangkan dengan Sutan Takdir Alisyahbana. Sanusi Pane lebih cenderung melihat ke filsafat India yang mementingkan idealisme sedangkan Sutan Takdir Alisyahbana memandang ke barat yang melahirkan ajaran materialisme (Usman, 1959: 182).
Selain dikenal sebagai penyair, Sanusi Pane juga dikenal sebagai seorang penulis drama. Beberapa dramanya adalah Airlangga (drama berbahasa Belanda, 1928), Kertajaya (1932), ‘Sandhyakala Ning Majapahit (1933), dan Manusia Baru (1940). Sanusi Pane adalah seorang Sastrawan yang memberi perhatian terhadap sejarah khususnya sejarah Jawa. Hal ini dapat terlihat dalam dua dramanya yaitu Kertajaya (1932) dan ‘Sandhyakala Ning Majapahit’ (1933) yang mengangkat persoalan di Jawa (Rosidi, 1991: 30).  
Dalam makalah ini, akan dibahas salah satu dramanya yang berjudul  ‘Sandhyakala Ning Majapahit’. Drama tersebut adalah dramanya yang diterbitkan pertama kali dalam Majalah Timbul pada tahun 1932. Drama ini terdapat dalam Antologi Drama  Indonesia 1931-1945 Jilid 2. Drama ini  pernah dipertunjukan oleh Sutan Takdir Alisyahbana di  Kongres Perikatan Perkumpulan Perempuan. Sebagai salah satu karya sastra yang terbit pada periode Pujangga Baru, drama ini mendapat pengaruh aliran romantik yang berkembang pada saat itu. Selain bercerita tentang romantisme drama ini juga bercerita tentang kehidupan masyarakat hindu di Jawa meskipun Sanusi Pane beragama Islam. Drama ini berisi kisah tentang Damar Wulan yang disusun berdasarkan serat Kanda, serat Damar Wulan, Pararaton, dan Nagarakrtagama seperti yang tertulis pada bagian permulaan naskah drama tersebut.  Drama ini berlatar di jawa khususnya pada zaman Majapahit. Drama ini berkisah tentang persoalan cinta, pemerintahan, serta agama. Di akhir cerita drama tersebut, Damar Wulan dihukum mati dan Majapahit pun diambang kehancuran akibat penyerangan tentara Bintara.
Dalam makalah ini, akan dianalisis struktur karakter dan tema drama ‘Sandhyakala Ning Majapahit’ menggunakan teori sruktur drama George R. Kernodle. Kernodle menawarkan teori yang sangat komprehensif  untuk menganalisis sebuah drama (Dewojati, 2012: 161).
2.    ANALISIS STRUKTUR KARAKTER DRAMA SANDHYAKALA NING MAJAPAHIT
Karakter merupakan unsur yang penting dalam sebuah teks drama karena karakter dapat menggerakan struktur alur. Melalui karakter tersebut akan diketahui mengapa sesuatu terjadi. Berikut akan diuraikan struktur karakter drama ‘Sandhyala Ning Majapahit’.
2.1  Damar Wulan
Karakter Damar Wulan merupakan karakter yang menjadi pusat cerita dalam drama Sandhyakala Ning Majapahit karena hampir setiap tindakan dan ucapan karakter-karakter dalam drama tersebut selalu terkait dengan Damar Wulan. Segala tindakan Damar Wulan menimbulkan reaksi dari karakter lain  sehingga pergerakan alur pun tergantung tindakan Damar Wulan.
Damar Wulan merupakan putra Patih Udara yang pernah  mengabdi pada Majapahit. Dalam asuhan ayahandanya ia dididik menjadi seorang ksatria. Hal itu turut membentuk pribadinya yang kuat. Ia telah mengikuti berbagai pertempuran yang turut mengasah keterampilan perangnya. Damar Wulan memiliki nama lain yaitu Raden Gajah.
Dalam teks drama Sandhyakala Ning Majapahit karya Sanusi Pane, Damar Wulan digambarkan secara analitik  pada narasi awal sebagai seorang ksatria yang gagah dan pemberani. Hal itu juga dipertegas secara analitik dramatik dalam beberapa dialog.
Sabda Palon: Si Naya menyangka ia pahlawan, kalau tuannya berani tetapi ia lari tunggang langgang, kalau tikus mengejar dia. Tuan kami sesekali membunuh harimau. Biarpun sudah mati belaka, si Naya gemetar memandangnya dan harus diberi minum tuak.
(43)

Tokoh Damar Wulan merupakan tokoh yang selalu menjadi pembicaraan. Hampir setiap bagian teks drama ‘Sandhyakala Ning Majapahit’ menceritakan keberanian dan kepahlawanan Damar Wulan.
Pada bahagian 2, Damar Wulan diceritakan bekerja sebagai tukang kuda di rumah Patih Logender. Pada bagian ini ia digambarkan begitu patuh pada pamannya itu dan menerima segala perlakuan buruk dari pamannya. Tetapi jika dipahami lebih dalam, ia benar-benar seorang ksatria yang cedas. Ia bekerja sebagai tukang kuda untuk membuktikan  sikap kaum bangsawan kepada kasta yang lebih rendah. Dia ingin mengetahui tindakan-tindakan kejam yang dilakukan oleh kaum bangsawan. Hal itu dibuktikan melalui ucapan Damar Wulan berikut:
Damar Wulan: ...Sebelum pergi ke Majapahit, aku sudah tahu benar, bahwa rakyat menderita sangat. Aku tiba di kepatihan ini, tidak percaya bahwa pamanku seperti kesatria sekaliannya, biar pun sudah kudengar berita. Sungguh warta bukan dusta, karena patih sampai hati menghinakan daku, anak  saudaranya....
(hlm. 42)

Damar Wulan tidak hidup di lingkungan bangsawan tetapi ia hidup di lingkungan ksatria dan pandita. Ia juga diasuh oleh neneknya yang seorang resi sehingga ia sangat tertarik untuk mengungkapkan hakikat sesuatu khususnya persoalan agama. Hal ini dapat diketahui dari dialog Damar Wulan dan Maharesi Paluh Amba yang mendiskusikan penciptaan Brahma dan alam (hlm. 36-37).
Dalam beberapa adegan, Damar Wulan diceritakan bertemu dengan Batara Wisnu, Kamajaya, dan Dewi Ratih. Hal itu mengindikasikan bahwa dari sisi keagamaan  ia merupakan orang yang taat. Dalam bagian lain, ia mengecam tindakan para pendita yang mengelabui masyarakat. Ia juga mengecam takhayul yang ada dalam agama (hlm. 62).
Ketaatan Damar Wulan pada agama membuat ia tidak mau berperang. Ia merasa sangat berdosa jika harus membunuh orang. Ia memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi. Ia merasa kasihan pada rakyat yang menderita akibat perang.
Damar Wulan: ...Setelah sampai di Majapahit, o kekasih jantung hatiku, teduhlah nafsu dalam hatiku, teringatlah aku akan orang yang kubunuh dengan tanganku. Senantiasa aku melihat mayat yang berkumpul-kumpul kelilingku, matanya terbuka tidak  melihat, matanya masih menunjukan sakit, waktu aku sampai ke sini, kulihat perempuan di pintu gerbang bersama anaknya menanti lakinya. Ratap tangis memilukan hatiku, dan jiwaku turut menderita...
(hlm. 44)

Pada dasarnya, Damar Wulan adalah orang yang setia kepada Majapahit. Walaupun pada mulanya ia menolak berperang tetapi atas bujukan Anjasmara dan nasehat Wisnu, Kamajaya, serta Dewi Ratih, ia bersedia menghadap Ratu dan berperang membela negeri. Hal itu menunjukan bahwa ia merupakan orang yang bersikap terbuka. Ia mau menerima nasehat dan pandangan dari orang lain.
Damar Wulan: Paduka Batara Kamawijaya tahulah hamba maksud Tuan. Sadarlah hamba akan kekeurangan, dalam dasar jiwa sukamaku. Tersenyum kulihat alam sekarang, bunyi gamelan riuh rendah....
(hlm. 46)

Damar Wulan merupakan sosok yang disukai semua orang. Ia pandai  mengambil hati semua orang. Ia merupakan seorang yang memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Pada bahagian IV diceritakan keberanian Damar Wulan dan kepiawaiannya memimpin laskar Majapahit melawan laskar Menak Jingga (hlm. 56).
2.2  Karakter Anjasmara
Karakter Anjasmara juga merupakan karakter yang penting dalam menggerakan Alur. Karakter tersebut juga turut menggerakan Karakter Damar Wulan meski karakter tersebut hanya muncul dalam beberapa adegan.
Anjasmara merupakan putri Patih Logender, seorang patih Majapahit. Anjasmara hidup di lingkungan bangsawan. Ia merupakan wanita yang cerdas. Walaupun ia seorang perempuan tetapi ia sangat memperhatikan keadaan Majapahit. Ia pula yang membujuk Damar Wulan agar turut berperang membela Majapahit.
Anjasmara merupakan seorang yang rendah hati selain itu ia juga tidak suka dengan penghinaan kasta.  Hal itu dibuktikan melalui tindakan Anjasmara yang membela Damar Wulan ketika ia dihinakan sebagai tukang kuda.
Anjasmara: Tuan berpangkat kesatria bukan sudera dan pekerjaan ini tidak layak Tuan kerjakan.
(hlm. 41)
 Selain itu ia juga pantang menyerah. Hal itu tergambar dari usaha Anjasmara agar Damar Wulan ikut berperang. Ia meminta dua abdi Damar Wulan agar membujuk tuannya.
Anjasmara: Aku ingin supaya kamu membujuk tuanmu turut berperang, melawan Wirabumi, negeri Durhaka.
(hlm. 43)
Pada bagian lain diceritakan betapa gigihnya Anjasmara membujuk Damar Wulan. Ia pandai bertutur dalam membujuk.
Anjasmara: Kakanda Damar Wulan, sungguh aku bukan perempuan, jika tak mengerti akan perasaanmu. Akan tetapi jantung hatiku, haruskah runtuh Majapahit?
 (hlm. 44)
2.3  Karakter Dewi Suhita
Karakter Dewi Suhita merupakan karakter penting dalam Drama ‘Sandhyakala Ning Majapahit’. Dewi Suhita merupakan Ratu Majapahit. Majapahit yang menjadi latar drama tersebut berada dalam kendalinya sehingga segala tindakan yang dilakukan karakter tersebut dapat mempengaruhi tindakan karakter lain.
Walaupun Dewi Suhita adalah seorang wanita tetapi dalam drama tersebut ia diceritakan sebagai seorang kepala negara yang memiliki jiwa kepemimpinan. Hal tersebut terlihat dari tindakannya yang dapat  memimpin suatu pertemuan para pejabat istana untuk membicarakan persoalan rakyat (bahagian iii, hlm. 48).
Sebagai seorang ratu, ia tidak bertindak otoriter. Ia selalu melibtkan para punggawa dalam pengambilan keputusan. Ia memutuskan segala kebijakan pemerintah melalui musyawarah. Setiap adegan dalam drama tersebut selalu menceritakan Dewi Suhita yang sedang berdiskusi dengan para punggawa istana. Ia tidak memaksakan kehendaknya pada para punggawa maupun rakyat. Ia memiliki sikap pengertian.
Adipati Mahatun: Prabu, jikalau sangulun tidak sakit, tentu sangulun monhon sungguh boleh melawan si Menak Djingga......
Dewi Suhita: Tuan Hamba Adipati Matahun, kami pun tahu tuan tak sehat. Setia tuan pada mahkota tidak ada yang mencurigainya, keperwiraan tuan termasyhur sudah....
(hlm. 49)
Sebagai seorang kepala negara, Dewi Suhita merupakan sosok pemimpin yang baik. Ia begitu peduli dengan keadaan rakyat yang sengsara akibat pemberontakan yang dilakukan Menak Djingga. Segala cara ia coba untuk melindungi rakyat. Ia juga memiliki rasa cinta tanah air yang begitu besar. Ia pantang menyerah untuk memepertahankan Majapahit.
Dewi Suhita : (Marah)  Patih, kami tidak mau undur biar pun hanya setapak saja.
(hlm. 51)
Dewi Suhita: (Marah) Utusan, Wirabumi, sampaikan kepada Menak Jingga ia boleh menghancurkan Majapahit serta Prabu Dewi Suhita, tetapi kami tidak suka untuk menyerahkan diri kepada musuh.
(hlm.52)
Sikap Dewi Suhita sangat terbuka untuk menerima masukan pemikiran dari para punggawa kerajaan. Ia cenderung menuruti para punggawanya apabila mereka sepakat untuk mendukung suatu keputusan. Sikapnya itulah yang justru menyebabkan kehancuran Majapahit. Ia memenuhi permohonan Patih Logender untuk menghukum Mati Damar Wulan. Tindakan Dewi Suhita tersebut mengantarkan ke penyelesaian drama tersebut karena kematian Damar Wulan menjadi akhir drama ‘Sandhyakala Ning Majapahit’.
2.4  Karakter Patih Logender
Karakter Patih Logender merupakan karakter yang cukup penting. Dalam beberapa bagian ia mempengaruhi tindakan karakter lain.  Ia menghalangi Damar Wulan untuk menjadi ksatria dengan memerintahkannya untuk menjadi tukang kuda sehingga Damar Wulan dapat bertemu dengan Anjasmara.
 Damar Wulan: Saya sekarang tukang kuda, diperintahkan Paman, ayahanda Gusti dan bukan dititahkan membela negeri.
(hlm. 41)
Patih Logender merupakan kaum bangsawan. Ia adalah Patih Majapahit. Pada bahagian pertama dan ke dua karakter tersebut tidak terlalu menonjol. Kehadirannya mulai tampak pada bagian ketiga. Ia berdialog dengan Dewi Suhita.
Patih Logender digambarkan sebagai sosok yang  tidak terlalu memiliki keberanian untuk melawan Menak Jingga tetapi ia mampu menutupi kepengecutannya itu d     engan kebaikan tutur katanya. Hal itu terlihat dari dialog berikut ini.
Dewi Suhita : Kami menyangka Tuan bicara. (sebentar) Kami tahu antara Tuan ada yang berkeluarga dengan Adipati Wirabumi, tetapi timbanglah dengan sempurna, apa sebenarnya kewajiban Tuan? (Ia berhenti lagi.) Bagaimana pikiran sidang majelis, kalua kami tunjukan saja siapa harus jadi kepala laskar? Tidak boleh dibantah lagi, kalau sudah diputuskan.
Patih: Prabu, ada kurangnya kehendak duli. Siapa dipaksa jadi kepala, tentu hatinya kurang gembira dan takutlah patik tidak’kan sungguh memimpin laskar. Artinya sudah setengah kalah.
(hlm. 49)

Patih: Kalau kita pikirkan panjang, tahulah kita Majapahit, Prabu, kurang kuat sekarang ini. Karena itu tidak mungkin akan menang. Baiklah kita menjalankan muslihat, supaya kita jangan diserang. Kirimlah utusan, Prabu, ke Perabalingga, membawa berita, bahwa prabu suka berdamai. Menak Jingga Prabu biarkan jadi Ratu  di sebelah timur dari Belambangan ke Perabalingga.
(hlm. 51)

Karakter Patih Logender juga merupakan pemicu konflik di akhir drama. Patih Logender merupakan pemicu bagi karakter Dewi Suhita agar menghukum mati Damar Wulan. Bila dilihat dari tindakannya, ia bukan seorang pejabat yang melakukan praktek nepotisme. Meskipun Damar Wulan adalah anak saudaranya tetapi ia tidak berusaha menyelamatkan Damar Wulan dari hukuman. Namun, pada dasarnya ia memang tidaka terlalu menyukai Damar Wulan. Sehingga kesmpatan itu ia manfaatkan untuk menghasut Dewi Suhita agar menghukum Damar Wulan.
Dewi Suhita: (Setelah termenung) Kami sudah menimbang perkara. Biarpun sekiranya Raden Damar Wulan tidak bersalah, harus juga ia dipecat. Raden Damar Wulan, Tuan bukan Ratu Angabaya lagi.
Patih: Prabu, putusan ini belum cukup lagi. Damar Wulan masih sanggup menghasut rakyat.
Dewi Suhita: Apalagi yang Tuan kehendaki?
Patih: Membuat Damar Wulan selama-lamanya  tidak memengaruhi rakyat, menghilangkan dasar pemberontakan dari pihak Menak Koncar.
Dewi Suhita: Apakah maksud Tuan?
Patih: Wulan harus dihukum mati.
(hlm, 65)
2.5   Karakter Layang Setera dan Layang Kimitir
Karakter Layang Setera dan Layang Kimitir dalam drama Sandhyakala Ning Majapahit tidak terlalu tampak kehadirannya. Kedua karakter tersebut sangat membenci Damar Wulan. Kedua karakter tersebut muncul pada bahagian II sebagai pendukung interaksi Damar Wulan dan Anjasmara.
Sebagai putra seorang Patih, keduanya hidup di kalangan bangsawan. Mereka bahkan menganggap rendah kasta dibawah mereka.
Layang Setera: Adinda Anjasmara, aku melihat engkau berbicara dengan si Damar. Tidak patut putri patih lupa akan martabatnya.
Anjasmara: Apa salahnya aku berbicara pada saudara sepupuku?
Layang Setera: Damar Wulan tukang kuda, tidak lebih dari itu.
Anjasmara: Damar Wulan kesatria juga malah di atas kamu kedua.
Layang Setera: Anjasmara, Engkau sudah kena pikat, dihikmati kata manis-manis. Memang si Damar seperti bapaknya, bisa membujuk hati orang. Ingat Anjasmara, engkau ini sudah dipinang oleh Adipati Singasari. Dan Janganlah Lupa akan pangkatmu. Sayang aku harus pergi menghadap Prabu di Bangsal Witana. Kalau tidak tentu kuajar Damar Wulan Jantung Hatimu.
(hlm, 42)

2.6   Karakter Maharesi Paluh Amba dan Nawangsasi
Karakter Maharesi Paluh Amba dan Nawangsasi hanya muncul pada bahagian I. Akan tetapi, keduanya berperan untuk menggerakan plot.  Kedua karakter tersebut muncul untuk membuat karakter Damar Wulan pergi ke Majapahit. Melalui kedua karakter tersebut pula mulai dikenalkan  masalah-masalah yang terjadi di Majapahit.
Maharesi Paluh Amba merupakan seorang yang bijak dan ahli agama. Hal ini dapat terlihat dari reaksinya yang menjawab setiap pertanyaan Damar Wulan. Keduanya berdikusi masalah agama.
Maharesi Paluh Amba: Ketahuilah Damar Wulan, Bahwa oleh sakti Brahma terjadilah dunia ini.
Damar Wulan: Nenekanda, apa gunanya Brahma menjadikan dunia ini?
Maharesi : Pertanyaan ini tidak terjawab oleh Manusia, yang picik pikirannya itu.
Damar Wulan: Sebelum Brahma menjelma, apakah yang ada nenekanda Maharesi?
Maharesi : Hanya Brahma Damar Wulan
(Hlm. 36)

Nawangsasi adalah Ibu Damar Wulan. Hal ini diketahui dari teks samping.
(Nawangsasi, Ibu Damar Wulan, masuk, diikuti perempuan, yang membawa buah-buahan)
(hlm. 38)

Nawangsasi turut mempengaruhi Damar Wulan agar pergi ke Majapahit. Hal tersebut membuktikan bahwa ia sangat mementingkan urusan negara dari pada rasa cinta pada putranya.
Nawangsasi: Engkau harus di Majapahit menjaga nama baik kita semua. Wajiblah lakumu senantiasa baik, berpadanan dengan darahmu. Baik-baik mencari kawan, jangan engkau  ditipu orang. Harus setia kepada Ratu dan cinta kepada negeri. Dan, Anakanda ingatlah Bunda kadang-kadang, jangan lupa akan nenekmu. O, Wulan, Bunda ingin engkau di sini, tetapi negeri memanggil kamu.
(Nawangsasi menangis)
(Hlm, 38)

2.7   Karakter Batara Wisynu, Kamajaya, dan Dewi Ratih
Karakter Batara Wisynu, Kamajaya, dan Dewi Ratih hadir untuk meyakinkan Damar Wulan agar pergi ke Majapahit. Kehadiran ketiga karakter tersebut juga mengindikasikan ketaatan Damar Wulan dalam beragama. Mereka adalah Dewa-dewa yang dipuja oleh kaum Hindu. Kemunculan mereka pada drama ini mempertegas bahwa drama ini juga mengangkat persoalan agama khususnya agama hindu.
2.8   Karakter Sabda Palon dan Naya Genggong
Karakter Sabda Palon dan Naya Genggong hanya muncul pada bahagian II. Akan tetapi dari keduanya terkuak berbagai informasi tentang Damar Wulan. Mereka menceritakan pada Anjasmara bahwa Damar Wulan adalah Raden Gajah, pahlawan yang dinantikan Majapahit. Melalui keduanya pula diceritakan keberanian Damar Wulan (lihat 2.1).
Mereka adalah orang yang sangat merendah. Mereka menyebut diri mereka penakut. Akan tetapi, jika mereka benar-benar penakut, mereka tidak akan ikut berperang hingga di garis depan sedekat itu dengan Menak Jingga.
Naya Genggong: Memang Si Sabda orang penakut. Biar kemana hamba disuruh, hamba tidak akan mungkir. Bukankah Hamba punakawan kesatria, pahlawan besar di Majapahit?
Sabda Palon: Si Naya menyangka ia Pahlawan, kalau tuannya gagah berani , tetapi ia lari tunggang langgang. ....
...
Sabda Palon: Sudah bosan kami berperang.
Naya Genggong: Biarpun ia berdiri jauh, Sabda Palon takut, rebah sekali melihat muka Menak Jingga.
(Hlm. 43)

2.9   Karakter Penggawa Pertama dan Penggawa Kedua.
Karakter Penggawa Pertama dan Penggawa Kedua hadir untuk menjelaskan persoalan yang akan menimpa Damar Wulan. Melalui keduanya diceritakan bahwa para pemuka agama yang tidak suka dengan sikap Damar Wulan yang melawan pendita (Hlm. 59).
2.10          Karakter Menak Koncar
Menak Koncar adalah karakter yang selalu membela Damar Wulan. Juga yang memberi pembelaan terhadap Damar Wulan saat persidangan di bangsal Witana. Melalui ia juga diketahui keberanian Damar Wulan dan kepiawaiannya memimpin laskar (Hlm. 56).
2.11          Karakter Para Adipati
Karakter Para hanya muncul pada beberapa bagian saja.  Pada bahagian III Adipati Mahatun dan Adipati Wengker  muncul untuk menjelaskan persoalan bahwa Majapahit membutuhkan seorang Pahlawan (Hlm. 49). Karakter adipati muncul untuk memperkuat setting, yaitu di bangsal istana tempat pertemuan para pejabat pemerintah.
2.12          Karakter Saksi-saksi dan Para Kesatria
Karakter saksi-saksi dan para Kesatria dimunculkan agar memperkuat kesan peristiwa persidangan di sebuah pemerintahan. Melalui saksi-saksi tersebut, Damar Wulan semakin dipojokan karena Damar Wulan merasa persaksian mereka tidak benar.
2.13          Karakter Utusan
Karakter Utusan dimunculkan untuk mengalihkan pembicaraan para tokoh. Kehadiran utusan juga berperan mengalihkan kepada adegan selanjutnya. Pada bahagian II, karakter utusan hadir untuk mengantarkan kepada pembicaraan mengenai keadaan Palih Amba. Pada bahagian III, karakter utusan muncul untuk membawa pembicaraan mengenai cara melawan laskar Menak Jingga.
2.14     Karakter Abdi Dalem, Tumenggung, Werdamanteri, Seri Paramesywara, Darmajaksa Ring Kasyaiwan, dan Darmajaksa Ring Kasogatan
Karakter Abdi Dalem, Tumenggung, Werdamanteri, Seri Paramesywara, Darmajaksa Ring Kasyaiwan, dan Darmajaksa Ring Kasogatan dimunculkan untuk memperkuat setting sebuah kerajaan Jawa kuno. Melalui dialog-dialog mereka diperoleh berbagai informasi cerita drama Sandhyakala Ning Majapahit.
3.      ANALISIS STRUKTUR TEMA DRAMA SANDHYAKALA NING MAJAPAHIT
Melalui judul, Sandhyakala Ning Majapahit, dapat diketahui bahwa drama tersebut berlatarkan kerajaan Jawa kuno. Oleh karena itu, persoalan-persoalan yang dibicarakan pun merupakan persoalan pada zaman Majapahit Kuno.
Melalui peristiwa-peristiwa yang di alami karakter-karakter yang hadir dalam drama Sandhyakala Ning Majapahit, dapat diketahui bahwa drama tersebut membicarakan persoalan politik, agama, dan romantisme. Persoalan politik tergambar dari perjuangan Damar Wulan dan seluruh pejabat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaan Majapahit. Persoalan agama juga muncul pada bagian yang menceritakan kebencian para pendita kepada Damar Wulan yang menganggap agama penuh dengan takhayul. Persoalan romantisme diketahui dari interaksi Damar Wulan dan Anjasmara yang akhirnya menikah.
Di sisi lain, drama Sandhyakala Ning Majapahit juga mengangkat persoalan feminis. Dalam drama tersebut, diceritakan seorang wanita yaitu Dewi Suhita yang memimpin suatu negara. Diceritakan pula Anjasmara yang begitu peduli pada keberlangsungan kedaulatan Majapahit. Ada pula Nawangsasi yang rela melepaskan anaknya demi membela tanah air serta Maharesi Paluh Amba yang mendesak cucunya agar ikut berperang melawan laskar Menak Jingga.
Drama tersebut juga menceritakan bahwa keadaan internal politik suatu negara juga mempengaruhi kedaulatan suatu negara. Dalam drama tersebut diceritakan bagaimana Damar Wulan dijatuhkan. Pada akhirnya Majapahit mendapat serangan dari Bintara dan diambang kehancuran karena kehilangan pahlawan yang selama ini melindunginya.
4.      KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa drama Sandhyakala Ning Majapahit karya Sanusi Pane menggunakan karakter-karakter yang berwatak datar (Flat Characterization) karena dari awal drama hingga akhir karakter-karakter tersebut bersifat statis. Dapat dilihat pada tokoh Damar Wulan yang menjadi pahlawan dari awal drama hingga akhir drama. Karakter-karakter lain pun bertindak sesuai jalur masing-masing, yang bertindak sebagai penentang selalu menjadi penentang, yang bertindak sebagai pembela selalu membela hingga akhir drama.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pula bahwa drama Sandhyakala Ning mengangkat tema rasa cinta tanah air dan keadaan politik di suatu negara serta persoalan-persoalan disekitarnya. Tema tersebut diketahui secara implisit melalui karakter serta setting.





DAFTAR PUSTAKA
 Dewojati, Cahyaningrum. 2012. Drama : Sejarah, Teori, dan Penerapannya. Yogyakarta: Javakarsa Media.
Pane, Sanusi. 1933. “Sandhyakala Ning Majapahit”. Dalam Antologi Drama  Indonesia 1931-1945 Jilid 2. Hlm. 35-67 Jakarta: Amanah Lontar.
Rosidi, Ajip. 1991. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Bina Cipta.
Usman, Zuber. 1959. Kesusastraan Baru Indonesia.









SINOPSIS DRAMA SANDHYAKALANING MAJAPAHIT
Damar Wulan adalah seorang ksatria yang akan mengalahkan Menak Jingga, musuh Majapahit. Ia merupakan  anak Patih Udara. Ibunya bernama Nawangsasi dan neneknya adalah Maharesi Paluh Amba. Suatu ketika, ibu dan neneknya memerintahkan Damar Wulan untuk pergi ke Majapahit dan melakukan kewajibannya sebagai ksatria karena pada saat itu Majapahit sedang dalam kesusahan yang disebabkan Adipati Wirabumi yang Durhaka karena Menak Jingga. Setelah mendapat nasehat dari ibunya ditambah pertemuannya dengan Wisynu yang memberi pengertian padanya,  berangkatlah ia ke Majapahit diiringi dua abdinya Sabda Palon dan Naya Genggong.
Di Majapahit, Damar Wulan tinggal dirumah pamannya yaitu Patih Logender, patih Amangkubumi di Majapahit. Namun, bukannya ditugaskan sebagai ksatria ia justru dijadikan sebagai tukang  kuda. Anjasmara, putri Patih Logender sangat menyayangkan hal itu. Berbeda dengan Anjasmara, kedua saudara laki-lakinya, Layang Setera dan Layang Kimitir justru tidak suka jika saudarinya menaruh perhatian pada Damar Wulan.
Suatu ketika, Anjasmara meminta Sabda Palon dan Naya Genggong untuk membujuk tuannya agar mau berperang melawan Wirabumi. Dua abdi itu justru mengungkapkan bahwa tuannya adalah Raden Gajah, ksatria yang ikut berjuang bersama Adipati Tuban melawan Wirabumi. Ia adalah ksatria yang kini menghilang entah kemana dan sedang dinanti kehadirannya. Mengetahui hal itu, Anjasmara semakin memantapkan hatinya untuk Damar Wulan. Ia lalu membujuk Damar Wulan tetapi Damar tetap tidak bersedia. Ia beralasan bahwa di dalam dirinya masih mengalir darah pandita jadi bagaimana ia sanggup membunuh orang. Maka tiba-tiba Wisnu muncul memberikan titah padanya agar Damar jangan ragu untuk melakukan tugasnya sebagai ksatria. Setelah Batara Wisnu pergi maka datanglah Kama Wijaya dan Dewi Ratih. Mereka meyakinkan Damar dan memberitahu bahwa cinta Anjasmara akan selalu menyinarinya.
Damar Wulan memutuskan untuk pergi ke medan laga, namun sebelum pergi ia ingin menikahi Anjasmara. Tiba-tiba datanglah utusan dari Paluh Amba mengabarkan bahwa ibundanya sakit parah. Maka pergilah ia ke Paluh Amba.
Sementara itu di bangsal Witana berkumpulah para Penggawa dihadapan Dewi Suhita, Prabu Majapahit. Mereka membahas bagaimana melawan Menak Jingga. Maka datanglah utusan dari Menak Koncar yang mengabarkan bahwa Bupati Perabalingga telah menyerahkan ibu negerinya kepada Menak Jingga dan tiga hari lagi mereka akan menyerang Majapahit. Menurut taksiran Menak Koncar jumlah prajurit mereka tiga puluh ribu. Satu-satunya yang mereka harapkan  adalah Raden Gajah yang tidak ada kabarnya. Muncullah usulan dari Patih untuk berdamai dan membiarkan Menak Jingga menjadii ratu di sebelah timur dari Belambangan ke Perabalinnga.  Dewi Suhita tidak sudi menyerah. Datanglah utusan yang membawa permintaan dari Menak Jingga supaya menyerah. Dewi Suhita mengikuti saran Patih dan menitipkan pesan lewat utusan itu. Dewi Suhita sangat menyayangkan keputusannya. Apalagi saat itu di jalan kota rakyat berkumpul untuk menyerang keraton dan membunuh menteri serta adipati. Pada saat-saat yang kacau tersebut datanglah Raden Gajah menghadap. Segeralah Dewi Suhita memberikan pangkat Kesenopatian dan menitahkannya untuk memimpin laskar serta membereskan kekacauan. Damar Wulan mengatakan bahwa sebab  rakyat memberontak adalah karena kelakuan beberapa menteri yang menetapkan pajak terlalu tinggi. Dewi Suhita terkejut. Ia kira seluruh rakyatnya telah sejahtera. Damar meminta ia diperkenalkan dihadapan para panewu. Maka Damar memimpin laskar dan berhasil mengalahkan Menak Jingga. Berita kemenangan pun telah sampai ke Majapahit. Rakyat menyambutnya di jalan-jalan raya. Dewi Suhita dan Anjasmara serta para penggawa menyambutnya di bangsal Witana. Maka Damar Wulan pun diangkat menjadi Ratu Angabaya.
Empat tahun sudah Damar menjadi Ratu Angabaya tetapi datanglah tuduhan dari kepala agama bahwa ia telah menghinakan agama karena ia menganggap itu hanya takhayul. Apalagi Damar sangat murah hati dengan penyebaran agama Islam. Maka Ratu Angabaya itu didakwa di hadapan Dewi Suhita. Damar justru menegaskan bahwa agama saat itu memang banyak takhayul, banyak kepercayaan kepada hantu dan kepada kejadian luar biasa. Para penggawa meminta Prabu bertindak tegas seperti halnya menindak seorang pendurhaka. Prabu meminta keterangan dari berbagai saksi tetapi justru hal ini digunakan untuk menjatuhkannya oleh para ksatria yang membencinya. Ratu Angabaya dituduh hendak menurunkan Prabu. Akhirnya Suhita memutuskan untuk memecat Damar. Namun, Patih justru meminta supaya Damar dihukum mati. Usulan itupun didukung oleh panewu istana. Akhirnya Damar Wulan mati. Rakyat gempar mendengar Ratu Angabaya akan dihukum. Maka Menak Koncar marah, “Inikah rasa terima kasih Gusti kepada Damar Wulan?”. Maka datanglah utusan dari Bintara membawa berita bahwa tentara Bintara hendak menyerang Majapahit. Maka berkatalah Menak Koncar, “Sumpah Dewata menghancurkan kamu. Sebentar lagi kota ini akan musnah. Ketika Damar Wulan, ksatria yang penghabisan, runtuh ke tanah, seri Majapahit pindah ke Bintara. Majapahit, runtuhlah kamu!” Maka Menak Koncar pergi. Maka selesailah lakon “Sandhyakala Ning Majapahit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buah Samosir, Apakah Ini Buah Ceri Lokal Asli Indonesia?

Apa Itu Buah Samosir?  Hayo tebak! Apa nama buah yang ada pada foto? Anggur? Ceri? Jika dilihat dari dekat buah ini mirip buah ceri. ...