DRAMA
“SANDHYAKALA NING MAJAPAHIT” KARYA SANUSI PANE:
ANALISIS
STRUKTUR DAN TEMA
1. PENGANTAR
Sanusi Pane adalah seorang sastrawan
Indonesia angkatan Pujangga Baru. Ia dikenal sebagai seorang penyair. Ia mulai
bersajak sejak usianya 16 tahun. Puisinya yang perjama berjudul Tanah Airku dimuat dalam salah satu
majalah sekolah, Jong Sumatra, tahun 1921. Sajak-sajaknya dapat dijumpai dalam
beberapa kumpulan sajaknya, Pancaran
Cinta (1926), Puspa Mega (1927),
dan Madah Kelana.. Menurut Amal
Hamzah, pada kedua kumpulan sajaknya, Puspa
Mega dan Pancaran Cinta tampak
romantik remaja Sanusi Pane (Usman, 1959:171). Sanusi Pane sering
dipertentangkan dengan Sutan Takdir Alisyahbana. Sanusi Pane lebih cenderung melihat
ke filsafat India yang mementingkan idealisme sedangkan Sutan Takdir
Alisyahbana memandang ke barat yang melahirkan ajaran materialisme (Usman,
1959: 182).
Selain
dikenal sebagai penyair, Sanusi Pane juga dikenal sebagai seorang penulis
drama. Beberapa dramanya adalah Airlangga
(drama berbahasa Belanda, 1928), Kertajaya
(1932), ‘Sandhyakala Ning Majapahit’
(1933), dan Manusia Baru (1940).
Sanusi Pane adalah seorang Sastrawan yang memberi perhatian terhadap sejarah
khususnya sejarah Jawa. Hal ini dapat terlihat dalam dua dramanya yaitu Kertajaya (1932) dan ‘Sandhyakala Ning
Majapahit’ (1933) yang mengangkat persoalan di Jawa (Rosidi, 1991: 30).
Dalam
makalah ini, akan dibahas salah satu dramanya yang berjudul ‘Sandhyakala Ning Majapahit’. Drama tersebut adalah
dramanya yang diterbitkan pertama kali dalam Majalah Timbul pada tahun 1932.
Drama ini terdapat dalam Antologi
Drama Indonesia 1931-1945 Jilid 2. Drama
ini pernah dipertunjukan oleh Sutan
Takdir Alisyahbana di Kongres
Perikatan Perkumpulan Perempuan. Sebagai salah satu karya sastra yang terbit
pada periode Pujangga Baru, drama ini mendapat pengaruh aliran romantik yang berkembang
pada saat itu. Selain bercerita tentang romantisme drama ini juga bercerita
tentang kehidupan masyarakat hindu di Jawa meskipun Sanusi Pane beragama Islam.
Drama
ini berisi kisah tentang Damar Wulan yang disusun berdasarkan serat Kanda, serat Damar Wulan, Pararaton,
dan Nagarakrtagama seperti yang
tertulis pada bagian permulaan naskah drama tersebut. Drama ini berlatar di jawa khususnya pada
zaman Majapahit. Drama ini berkisah tentang persoalan cinta, pemerintahan,
serta agama. Di akhir cerita drama tersebut, Damar Wulan dihukum mati dan
Majapahit pun diambang kehancuran akibat penyerangan tentara Bintara.
Dalam makalah ini, akan dianalisis struktur
karakter dan tema drama ‘Sandhyakala Ning Majapahit’ menggunakan teori sruktur
drama George R. Kernodle. Kernodle menawarkan teori yang sangat
komprehensif untuk menganalisis sebuah
drama (Dewojati, 2012: 161).
2.
ANALISIS STRUKTUR KARAKTER DRAMA SANDHYAKALA
NING MAJAPAHIT
Karakter
merupakan unsur yang penting dalam sebuah teks drama karena karakter dapat
menggerakan struktur alur. Melalui karakter tersebut akan diketahui mengapa
sesuatu terjadi. Berikut akan diuraikan struktur karakter drama ‘Sandhyala Ning
Majapahit’.
2.1
Damar Wulan
Karakter
Damar Wulan merupakan karakter yang menjadi pusat cerita dalam drama
Sandhyakala Ning Majapahit karena hampir setiap tindakan dan ucapan
karakter-karakter dalam drama tersebut selalu terkait dengan Damar Wulan. Segala
tindakan Damar Wulan menimbulkan reaksi dari karakter lain sehingga pergerakan alur pun tergantung
tindakan Damar Wulan.
Damar Wulan merupakan putra Patih Udara
yang pernah mengabdi pada Majapahit.
Dalam asuhan ayahandanya ia dididik menjadi seorang ksatria. Hal itu turut
membentuk pribadinya yang kuat. Ia telah mengikuti berbagai pertempuran yang
turut mengasah keterampilan perangnya. Damar Wulan memiliki nama lain yaitu Raden
Gajah.
Dalam
teks drama Sandhyakala Ning Majapahit karya Sanusi Pane, Damar Wulan
digambarkan secara analitik pada narasi
awal sebagai seorang ksatria yang gagah dan pemberani. Hal itu juga dipertegas
secara analitik dramatik dalam beberapa dialog.
Sabda Palon: Si Naya menyangka ia pahlawan, kalau
tuannya berani tetapi ia lari tunggang langgang, kalau tikus mengejar dia. Tuan
kami sesekali membunuh harimau. Biarpun sudah mati belaka, si Naya gemetar
memandangnya dan harus diberi minum tuak.
(43)
Tokoh
Damar Wulan merupakan tokoh yang selalu menjadi pembicaraan. Hampir setiap
bagian teks drama ‘Sandhyakala Ning Majapahit’ menceritakan keberanian dan
kepahlawanan Damar Wulan.
Pada
bahagian 2, Damar Wulan diceritakan bekerja sebagai tukang kuda di rumah Patih
Logender. Pada bagian ini ia digambarkan begitu patuh pada pamannya itu dan
menerima segala perlakuan buruk dari pamannya. Tetapi jika dipahami lebih dalam,
ia benar-benar seorang ksatria yang cedas. Ia bekerja sebagai tukang kuda untuk
membuktikan sikap kaum bangsawan kepada
kasta yang lebih rendah. Dia ingin mengetahui tindakan-tindakan kejam yang
dilakukan oleh kaum bangsawan. Hal itu dibuktikan melalui ucapan Damar Wulan berikut:
Damar Wulan: ...Sebelum pergi ke Majapahit, aku
sudah tahu benar, bahwa rakyat menderita sangat. Aku tiba di kepatihan ini,
tidak percaya bahwa pamanku seperti kesatria sekaliannya, biar pun sudah
kudengar berita. Sungguh warta bukan dusta, karena patih sampai hati
menghinakan daku, anak saudaranya....
(hlm.
42)
Damar
Wulan tidak hidup di lingkungan bangsawan tetapi ia hidup di lingkungan ksatria
dan pandita. Ia juga diasuh oleh neneknya yang seorang resi sehingga ia sangat
tertarik untuk mengungkapkan hakikat sesuatu khususnya persoalan agama. Hal ini
dapat diketahui dari dialog Damar Wulan dan Maharesi Paluh Amba yang
mendiskusikan penciptaan Brahma dan alam (hlm. 36-37).
Dalam
beberapa adegan, Damar Wulan diceritakan bertemu dengan Batara Wisnu, Kamajaya,
dan Dewi Ratih. Hal itu mengindikasikan bahwa dari sisi keagamaan ia merupakan orang yang taat. Dalam bagian
lain, ia mengecam tindakan para pendita yang mengelabui masyarakat. Ia juga
mengecam takhayul yang ada dalam agama (hlm. 62).
Ketaatan
Damar Wulan pada agama membuat ia tidak mau berperang. Ia merasa sangat berdosa
jika harus membunuh orang. Ia memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi. Ia merasa
kasihan pada rakyat yang menderita akibat perang.
Damar Wulan: ...Setelah sampai di Majapahit, o
kekasih jantung hatiku, teduhlah nafsu dalam hatiku, teringatlah aku akan orang
yang kubunuh dengan tanganku. Senantiasa aku melihat mayat yang
berkumpul-kumpul kelilingku, matanya terbuka tidak melihat, matanya masih menunjukan sakit,
waktu aku sampai ke sini, kulihat perempuan di pintu gerbang bersama anaknya
menanti lakinya. Ratap tangis memilukan hatiku, dan jiwaku turut menderita...
(hlm. 44)
Pada
dasarnya, Damar Wulan adalah orang yang setia kepada Majapahit. Walaupun pada
mulanya ia menolak berperang tetapi atas bujukan Anjasmara dan nasehat Wisnu,
Kamajaya, serta Dewi Ratih, ia bersedia menghadap Ratu dan berperang membela
negeri. Hal itu menunjukan bahwa ia merupakan orang yang bersikap terbuka. Ia mau
menerima nasehat dan pandangan dari orang lain.
Damar Wulan: Paduka Batara Kamawijaya tahulah hamba
maksud Tuan. Sadarlah hamba akan kekeurangan, dalam dasar jiwa sukamaku.
Tersenyum kulihat alam sekarang, bunyi gamelan riuh rendah....
(hlm.
46)
Damar
Wulan merupakan sosok yang disukai semua orang. Ia pandai mengambil hati semua orang. Ia merupakan
seorang yang memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Pada bahagian IV diceritakan keberanian Damar Wulan dan kepiawaiannya
memimpin laskar Majapahit melawan laskar Menak Jingga (hlm. 56).
2.2 Karakter
Anjasmara
Karakter
Anjasmara juga merupakan karakter yang penting dalam menggerakan Alur. Karakter
tersebut juga turut menggerakan Karakter Damar Wulan meski karakter tersebut
hanya muncul dalam beberapa adegan.
Anjasmara
merupakan putri Patih Logender, seorang patih Majapahit. Anjasmara hidup di
lingkungan bangsawan. Ia merupakan wanita yang cerdas. Walaupun ia seorang
perempuan tetapi ia sangat memperhatikan keadaan Majapahit. Ia pula yang
membujuk Damar Wulan agar turut berperang membela Majapahit.
Anjasmara
merupakan seorang yang rendah hati selain itu ia juga tidak suka dengan
penghinaan kasta. Hal itu dibuktikan
melalui tindakan Anjasmara yang membela Damar Wulan ketika ia dihinakan sebagai
tukang kuda.
Anjasmara: Tuan berpangkat kesatria bukan sudera dan
pekerjaan ini tidak layak Tuan kerjakan.
(hlm. 41)
Selain itu ia juga pantang menyerah. Hal itu
tergambar dari usaha Anjasmara agar Damar Wulan ikut berperang. Ia meminta dua
abdi Damar Wulan agar membujuk tuannya.
Anjasmara: Aku ingin supaya kamu membujuk tuanmu
turut berperang, melawan Wirabumi, negeri Durhaka.
(hlm.
43)
Pada bagian lain
diceritakan betapa gigihnya Anjasmara membujuk Damar Wulan. Ia pandai bertutur
dalam membujuk.
Anjasmara: Kakanda Damar Wulan, sungguh aku bukan
perempuan, jika tak mengerti akan perasaanmu. Akan tetapi jantung hatiku,
haruskah runtuh Majapahit?
(hlm. 44)
2.3 Karakter
Dewi Suhita
Karakter Dewi Suhita merupakan karakter
penting dalam Drama ‘Sandhyakala Ning Majapahit’. Dewi Suhita merupakan Ratu
Majapahit. Majapahit yang menjadi latar drama tersebut berada dalam kendalinya
sehingga segala tindakan yang dilakukan karakter tersebut dapat mempengaruhi
tindakan karakter lain.
Walaupun Dewi Suhita adalah seorang
wanita tetapi dalam drama tersebut ia diceritakan sebagai seorang kepala negara
yang memiliki jiwa kepemimpinan. Hal tersebut terlihat dari tindakannya yang
dapat memimpin suatu pertemuan para
pejabat istana untuk membicarakan persoalan rakyat (bahagian iii, hlm. 48).
Sebagai seorang ratu, ia tidak bertindak
otoriter. Ia selalu melibtkan para punggawa dalam pengambilan keputusan. Ia
memutuskan segala kebijakan pemerintah melalui musyawarah. Setiap adegan dalam
drama tersebut selalu menceritakan Dewi Suhita yang sedang berdiskusi dengan
para punggawa istana. Ia tidak memaksakan kehendaknya pada para punggawa maupun
rakyat. Ia memiliki sikap pengertian.
Adipati Mahatun:
Prabu, jikalau sangulun tidak sakit, tentu sangulun monhon sungguh boleh
melawan si Menak Djingga......
Dewi Suhita:
Tuan Hamba Adipati Matahun, kami pun tahu tuan tak sehat. Setia tuan pada
mahkota tidak ada yang mencurigainya, keperwiraan tuan termasyhur sudah....
(hlm. 49)
Sebagai seorang kepala negara, Dewi
Suhita merupakan sosok pemimpin yang baik. Ia begitu peduli dengan keadaan
rakyat yang sengsara akibat pemberontakan yang dilakukan Menak Djingga. Segala
cara ia coba untuk melindungi rakyat. Ia juga memiliki rasa cinta tanah air
yang begitu besar. Ia pantang menyerah untuk memepertahankan Majapahit.
Dewi Suhita :
(Marah) Patih, kami tidak mau undur biar
pun hanya setapak saja.
(hlm. 51)
Dewi Suhita:
(Marah) Utusan, Wirabumi, sampaikan kepada Menak Jingga ia boleh menghancurkan
Majapahit serta Prabu Dewi Suhita, tetapi kami tidak suka untuk menyerahkan
diri kepada musuh.
(hlm.52)
Sikap Dewi Suhita sangat terbuka untuk
menerima masukan pemikiran dari para punggawa kerajaan. Ia cenderung menuruti
para punggawanya apabila mereka sepakat untuk mendukung suatu keputusan. Sikapnya
itulah yang justru menyebabkan kehancuran Majapahit. Ia memenuhi permohonan
Patih Logender untuk menghukum Mati Damar Wulan. Tindakan Dewi Suhita tersebut mengantarkan
ke penyelesaian drama tersebut karena kematian Damar Wulan menjadi akhir drama ‘Sandhyakala
Ning Majapahit’.
2.4 Karakter
Patih Logender
Karakter
Patih Logender merupakan karakter yang cukup penting. Dalam beberapa bagian ia
mempengaruhi tindakan karakter lain. Ia
menghalangi Damar Wulan untuk menjadi ksatria dengan memerintahkannya untuk
menjadi tukang kuda sehingga Damar Wulan dapat bertemu dengan Anjasmara.
Damar
Wulan: Saya sekarang tukang kuda, diperintahkan Paman, ayahanda Gusti dan bukan
dititahkan membela negeri.
(hlm.
41)
Patih
Logender merupakan kaum bangsawan. Ia adalah Patih Majapahit. Pada bahagian
pertama dan ke dua karakter tersebut tidak terlalu menonjol. Kehadirannya mulai
tampak pada bagian ketiga. Ia berdialog dengan Dewi Suhita.
Patih Logender
digambarkan sebagai sosok yang tidak
terlalu memiliki keberanian untuk melawan Menak Jingga tetapi ia mampu menutupi
kepengecutannya itu d engan kebaikan
tutur katanya. Hal itu terlihat dari dialog berikut ini.
Dewi Suhita : Kami menyangka Tuan bicara. (sebentar)
Kami tahu antara Tuan ada yang berkeluarga dengan Adipati Wirabumi, tetapi
timbanglah dengan sempurna, apa sebenarnya kewajiban Tuan? (Ia berhenti lagi.)
Bagaimana pikiran sidang majelis, kalua kami tunjukan saja siapa harus jadi
kepala laskar? Tidak boleh dibantah lagi, kalau sudah diputuskan.
Patih: Prabu, ada kurangnya kehendak duli. Siapa
dipaksa jadi kepala, tentu hatinya kurang gembira dan takutlah patik tidak’kan
sungguh memimpin laskar. Artinya sudah setengah kalah.
(hlm.
49)
Patih: Kalau kita pikirkan panjang, tahulah kita
Majapahit, Prabu, kurang kuat sekarang ini. Karena itu tidak mungkin akan
menang. Baiklah kita menjalankan muslihat, supaya kita jangan diserang.
Kirimlah utusan, Prabu, ke Perabalingga, membawa berita, bahwa prabu suka
berdamai. Menak Jingga Prabu biarkan jadi Ratu
di sebelah timur dari Belambangan ke Perabalingga.
(hlm. 51)
Karakter
Patih Logender juga merupakan pemicu konflik di akhir drama. Patih Logender
merupakan pemicu bagi karakter Dewi Suhita agar menghukum mati Damar Wulan. Bila
dilihat dari tindakannya, ia bukan seorang pejabat yang melakukan praktik
nepotisme. Meskipun Damar Wulan adalah anak saudaranya tetapi ia tidak berusaha
menyelamatkan Damar Wulan dari hukuman. Namun, pada dasarnya ia memang tidaka
terlalu menyukai Damar Wulan. Sehingga kesmpatan itu ia manfaatkan untuk
menghasut Dewi Suhita agar menghukum Damar Wulan.
Dewi Suhita: (Setelah termenung) Kami sudah
menimbang perkara. Biarpun sekiranya Raden Damar Wulan tidak bersalah, harus juga
ia dipecat. Raden Damar Wulan, Tuan bukan Ratu Angabaya lagi.
Patih: Prabu, putusan ini belum cukup lagi. Damar
Wulan masih sanggup menghasut rakyat.
Dewi Suhita: Apalagi yang Tuan kehendaki?
Patih: Membuat Damar Wulan selama-lamanya tidak memengaruhi rakyat, menghilangkan dasar
pemberontakan dari pihak Menak Koncar.
Dewi Suhita: Apakah maksud Tuan?
Patih: Wulan harus dihukum mati.
(hlm,
65)
2.5 Karakter Layang Setera dan Layang Kimitir
Karakter
Layang Setera dan Layang Kimitir dalam drama Sandhyakala Ning Majapahit tidak
terlalu tampak kehadirannya. Kedua karakter tersebut sangat membenci Damar
Wulan. Kedua karakter tersebut muncul pada bahagian
II sebagai pendukung interaksi Damar Wulan dan Anjasmara.
Sebagai
putra seorang Patih, keduanya hidup di kalangan bangsawan. Mereka bahkan
menganggap rendah kasta dibawah mereka.
Layang Setera: Adinda Anjasmara, aku melihat engkau
berbicara dengan si Damar. Tidak patut putri patih lupa akan martabatnya.
Anjasmara: Apa salahnya aku berbicara pada saudara
sepupuku?
Layang Setera: Damar Wulan tukang kuda, tidak lebih
dari itu.
Anjasmara: Damar Wulan kesatria juga malah di atas
kamu kedua.
Layang Setera: Anjasmara, Engkau sudah kena pikat,
dihikmati kata manis-manis. Memang si Damar seperti bapaknya, bisa membujuk
hati orang. Ingat Anjasmara, engkau ini sudah dipinang oleh Adipati Singasari.
Dan Janganlah Lupa akan pangkatmu. Sayang aku harus pergi menghadap Prabu di
Bangsal Witana. Kalau tidak tentu kuajar Damar Wulan Jantung Hatimu.
(hlm,
42)
2.6 Karakter Maharesi Paluh Amba dan Nawangsasi
Karakter
Maharesi Paluh Amba dan Nawangsasi hanya muncul pada bahagian I. Akan tetapi, keduanya berperan untuk menggerakan
plot. Kedua karakter tersebut muncul
untuk membuat karakter Damar Wulan pergi ke Majapahit. Melalui kedua karakter
tersebut pula mulai dikenalkan
masalah-masalah yang terjadi di Majapahit.
Maharesi Paluh
Amba merupakan seorang yang bijak dan ahli agama. Hal ini dapat terlihat dari
reaksinya yang menjawab setiap pertanyaan Damar Wulan. Keduanya berdikusi
masalah agama.
Maharesi Paluh Amba: Ketahuilah Damar Wulan, Bahwa
oleh sakti Brahma terjadilah dunia ini.
Damar Wulan: Nenekanda, apa gunanya Brahma
menjadikan dunia ini?
Maharesi : Pertanyaan ini tidak terjawab oleh
Manusia, yang picik pikirannya itu.
Damar Wulan: Sebelum Brahma menjelma, apakah yang
ada nenekanda Maharesi?
Maharesi : Hanya Brahma Damar Wulan
(Hlm.
36)
Nawangsasi
adalah Ibu Damar Wulan. Hal ini diketahui dari teks samping.
(Nawangsasi, Ibu Damar Wulan, masuk, diikuti
perempuan, yang membawa buah-buahan)
(hlm.
38)
Nawangsasi
turut mempengaruhi Damar Wulan agar pergi ke Majapahit. Hal tersebut
membuktikan bahwa ia sangat mementingkan urusan negara dari pada rasa cinta
pada putranya.
Nawangsasi: Engkau harus di Majapahit menjaga nama
baik kita semua. Wajiblah lakumu senantiasa baik, berpadanan dengan darahmu.
Baik-baik mencari kawan, jangan engkau
ditipu orang. Harus setia kepada Ratu dan cinta kepada negeri. Dan,
Anakanda ingatlah Bunda kadang-kadang, jangan lupa akan nenekmu. O, Wulan,
Bunda ingin engkau di sini, tetapi negeri memanggil kamu.
(Nawangsasi menangis)
(Hlm, 38)
2.7 Karakter Batara Wisynu, Kamajaya, dan Dewi
Ratih
Karakter
Batara Wisynu, Kamajaya, dan Dewi Ratih hadir untuk meyakinkan Damar Wulan agar
pergi ke Majapahit. Kehadiran ketiga karakter tersebut juga mengindikasikan
ketaatan Damar Wulan dalam beragama. Mereka adalah Dewa-dewa yang dipuja oleh
kaum Hindu. Kemunculan mereka pada drama ini mempertegas bahwa drama ini juga
mengangkat persoalan agama khususnya agama hindu.
2.8 Karakter Sabda Palon dan Naya Genggong
Karakter
Sabda Palon dan Naya Genggong hanya muncul pada bahagian II. Akan tetapi dari keduanya terkuak berbagai informasi
tentang Damar Wulan. Mereka menceritakan pada Anjasmara bahwa Damar Wulan
adalah Raden Gajah, pahlawan yang dinantikan Majapahit. Melalui keduanya pula
diceritakan keberanian Damar Wulan (lihat 2.1).
Mereka
adalah orang yang sangat merendah. Mereka menyebut diri mereka penakut. Akan
tetapi, jika mereka benar-benar penakut, mereka tidak akan ikut berperang
hingga di garis depan sedekat itu dengan Menak Jingga.
Naya Genggong:
Memang Si Sabda orang penakut. Biar kemana hamba disuruh, hamba tidak akan
mungkir. Bukankah Hamba punakawan kesatria, pahlawan besar di Majapahit?
Sabda Palon: Si
Naya menyangka ia Pahlawan, kalau tuannya gagah berani , tetapi ia lari
tunggang langgang. ....
...
Sabda Palon:
Sudah bosan kami berperang.
Naya Genggong:
Biarpun ia berdiri jauh, Sabda Palon takut, rebah sekali melihat muka Menak
Jingga.
(Hlm.
43)
2.9 Karakter Penggawa Pertama dan Penggawa Kedua.
Karakter
Penggawa Pertama dan Penggawa Kedua hadir untuk menjelaskan persoalan yang akan
menimpa Damar Wulan. Melalui keduanya diceritakan bahwa para pemuka agama yang
tidak suka dengan sikap Damar Wulan yang melawan pendita (Hlm. 59).
2.10
Karakter Menak Koncar
Menak
Koncar adalah karakter yang selalu membela Damar Wulan. Juga yang memberi
pembelaan terhadap Damar Wulan saat persidangan di bangsal Witana. Melalui ia
juga diketahui keberanian Damar Wulan dan kepiawaiannya memimpin laskar (Hlm.
56).
2.11
Karakter Para Adipati
Karakter
Para hanya muncul pada beberapa bagian saja.
Pada bahagian III Adipati
Mahatun dan Adipati Wengker muncul untuk
menjelaskan persoalan bahwa Majapahit membutuhkan seorang Pahlawan (Hlm. 49).
Karakter adipati muncul untuk memperkuat setting, yaitu di bangsal istana
tempat pertemuan para pejabat pemerintah.
2.12
Karakter Saksi-saksi dan Para Kesatria
Karakter
saksi-saksi dan para Kesatria dimunculkan agar memperkuat kesan peristiwa
persidangan di sebuah pemerintahan. Melalui saksi-saksi tersebut, Damar Wulan
semakin dipojokan karena Damar Wulan merasa persaksian mereka tidak benar.
2.13
Karakter Utusan
Karakter
Utusan dimunculkan untuk mengalihkan pembicaraan para tokoh. Kehadiran utusan
juga berperan mengalihkan kepada adegan selanjutnya. Pada bahagian II, karakter utusan hadir untuk mengantarkan kepada
pembicaraan mengenai keadaan Palih Amba. Pada bahagian III, karakter utusan
muncul untuk membawa pembicaraan mengenai cara melawan laskar Menak Jingga.
2.14
Karakter Abdi Dalem, Tumenggung, Werdamanteri,
Seri Paramesywara, Darmajaksa Ring Kasyaiwan, dan Darmajaksa Ring Kasogatan
Karakter
Abdi Dalem, Tumenggung, Werdamanteri, Seri Paramesywara, Darmajaksa Ring
Kasyaiwan, dan Darmajaksa Ring Kasogatan dimunculkan untuk memperkuat setting
sebuah kerajaan Jawa kuno. Melalui dialog-dialog mereka diperoleh berbagai
informasi cerita drama Sandhyakala Ning Majapahit.
3.
ANALISIS STRUKTUR TEMA DRAMA SANDHYAKALA
NING MAJAPAHIT
Melalui
judul, Sandhyakala Ning Majapahit, dapat diketahui bahwa drama tersebut
berlatarkan kerajaan Jawa kuno. Oleh karena itu, persoalan-persoalan yang
dibicarakan pun merupakan persoalan pada zaman Majapahit Kuno.
Melalui
peristiwa-peristiwa yang di alami karakter-karakter yang hadir dalam drama
Sandhyakala Ning Majapahit, dapat diketahui bahwa drama tersebut membicarakan
persoalan politik, agama, dan romantisme. Persoalan politik tergambar dari
perjuangan Damar Wulan dan seluruh pejabat pemerintah untuk mempertahankan
kekuasaan Majapahit. Persoalan agama juga muncul pada bagian yang menceritakan
kebencian para pendita kepada Damar Wulan yang menganggap agama penuh dengan
takhayul. Persoalan romantisme diketahui dari interaksi Damar Wulan dan
Anjasmara yang akhirnya menikah.
Di
sisi lain, drama Sandhyakala Ning Majapahit juga mengangkat persoalan feminis.
Dalam drama tersebut, diceritakan seorang wanita yaitu Dewi Suhita yang
memimpin suatu negara. Diceritakan pula Anjasmara yang begitu peduli pada
keberlangsungan kedaulatan Majapahit. Ada pula Nawangsasi yang rela melepaskan
anaknya demi membela tanah air serta Maharesi Paluh Amba yang mendesak cucunya
agar ikut berperang melawan laskar Menak Jingga.
Drama
tersebut juga menceritakan bahwa keadaan internal politik suatu negara juga
mempengaruhi kedaulatan suatu negara. Dalam drama tersebut diceritakan
bagaimana Damar Wulan dijatuhkan. Pada akhirnya Majapahit mendapat serangan
dari Bintara dan diambang kehancuran karena kehilangan pahlawan yang selama ini
melindunginya.
4.
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa drama Sandhyakala Ning Majapahit karya
Sanusi Pane menggunakan karakter-karakter yang berwatak datar (Flat Characterization) karena dari awal
drama hingga akhir karakter-karakter tersebut bersifat statis. Dapat dilihat
pada tokoh Damar Wulan yang menjadi pahlawan dari awal drama hingga akhir
drama. Karakter-karakter lain pun bertindak sesuai jalur masing-masing, yang
bertindak sebagai penentang selalu menjadi penentang, yang bertindak sebagai
pembela selalu membela hingga akhir drama.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan pula bahwa drama Sandhyakala Ning mengangkat
tema rasa cinta tanah air dan keadaan politik di suatu negara serta
persoalan-persoalan disekitarnya. Tema tersebut diketahui secara implisit
melalui karakter serta setting.
DAFTAR PUSTAKA
Dewojati, Cahyaningrum. 2012. Drama : Sejarah, Teori, dan Penerapannya.
Yogyakarta: Javakarsa Media.
Pane, Sanusi. 1933.
“Sandhyakala Ning Majapahit”. Dalam Antologi
Drama Indonesia 1931-1945 Jilid 2.
Hlm. 35-67 Jakarta: Amanah Lontar.
Rosidi, Ajip. 1991. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia.
Bandung: Bina Cipta.
Usman, Zuber. 1959.
Kesusastraan Baru Indonesia.
SINOPSIS
DRAMA SANDHYAKALANING MAJAPAHIT
Damar
Wulan adalah seorang ksatria yang akan mengalahkan Menak Jingga, musuh
Majapahit. Ia merupakan anak Patih
Udara. Ibunya bernama Nawangsasi dan neneknya adalah Maharesi Paluh Amba. Suatu
ketika, ibu dan neneknya memerintahkan Damar Wulan untuk pergi ke Majapahit dan
melakukan kewajibannya sebagai ksatria karena pada saat itu Majapahit sedang
dalam kesusahan yang disebabkan Adipati Wirabumi yang Durhaka karena Menak
Jingga. Setelah mendapat nasehat dari ibunya ditambah pertemuannya dengan
Wisynu yang memberi pengertian padanya,
berangkatlah ia ke Majapahit diiringi dua abdinya Sabda Palon dan Naya
Genggong.
Di
Majapahit, Damar Wulan tinggal dirumah pamannya yaitu Patih Logender, patih
Amangkubumi di Majapahit. Namun, bukannya ditugaskan sebagai ksatria ia justru
dijadikan sebagai tukang kuda.
Anjasmara, putri Patih Logender sangat menyayangkan hal itu. Berbeda dengan
Anjasmara, kedua saudara laki-lakinya, Layang Setera dan Layang Kimitir justru
tidak suka jika saudarinya menaruh perhatian pada Damar Wulan.
Suatu
ketika, Anjasmara meminta Sabda Palon dan Naya Genggong untuk membujuk tuannya
agar mau berperang melawan Wirabumi. Dua abdi itu justru mengungkapkan bahwa
tuannya adalah Raden Gajah, ksatria yang ikut berjuang bersama Adipati Tuban
melawan Wirabumi. Ia adalah ksatria yang kini menghilang entah kemana dan
sedang dinanti kehadirannya. Mengetahui hal itu, Anjasmara semakin memantapkan
hatinya untuk Damar Wulan. Ia lalu membujuk Damar Wulan tetapi Damar tetap
tidak bersedia. Ia beralasan bahwa di dalam dirinya masih mengalir darah
pandita jadi bagaimana ia sanggup membunuh orang. Maka tiba-tiba Wisnu muncul
memberikan titah padanya agar Damar jangan ragu untuk melakukan tugasnya
sebagai ksatria. Setelah Batara Wisnu pergi maka datanglah Kama Wijaya dan Dewi
Ratih. Mereka meyakinkan Damar dan memberitahu bahwa cinta Anjasmara akan
selalu menyinarinya.
Damar
Wulan memutuskan untuk pergi ke medan laga, namun sebelum pergi ia ingin
menikahi Anjasmara. Tiba-tiba datanglah utusan dari Paluh Amba mengabarkan
bahwa ibundanya sakit parah. Maka pergilah ia ke Paluh Amba.
Sementara
itu di bangsal Witana berkumpulah para Penggawa dihadapan Dewi Suhita, Prabu
Majapahit. Mereka membahas bagaimana melawan Menak Jingga. Maka datanglah
utusan dari Menak Koncar yang mengabarkan bahwa Bupati Perabalingga telah
menyerahkan ibu negerinya kepada Menak Jingga dan tiga hari lagi mereka akan
menyerang Majapahit. Menurut taksiran Menak Koncar jumlah prajurit mereka tiga
puluh ribu. Satu-satunya yang mereka harapkan
adalah Raden Gajah yang tidak ada kabarnya. Muncullah usulan dari Patih
untuk berdamai dan membiarkan Menak Jingga menjadii ratu di sebelah timur dari
Belambangan ke Perabalinnga. Dewi Suhita
tidak sudi menyerah. Datanglah utusan yang membawa permintaan dari Menak Jingga
supaya menyerah. Dewi Suhita mengikuti saran Patih dan menitipkan pesan lewat
utusan itu. Dewi Suhita sangat menyayangkan keputusannya. Apalagi saat itu di
jalan kota rakyat berkumpul untuk menyerang keraton dan membunuh menteri serta
adipati. Pada saat-saat yang kacau tersebut datanglah Raden Gajah menghadap.
Segeralah Dewi Suhita memberikan pangkat Kesenopatian dan menitahkannya untuk
memimpin laskar serta membereskan kekacauan. Damar Wulan mengatakan bahwa
sebab rakyat memberontak adalah karena kelakuan
beberapa menteri yang menetapkan pajak terlalu tinggi. Dewi Suhita terkejut. Ia
kira seluruh rakyatnya telah sejahtera. Damar meminta ia diperkenalkan
dihadapan para panewu. Maka Damar memimpin laskar dan berhasil mengalahkan
Menak Jingga. Berita kemenangan pun telah sampai ke Majapahit. Rakyat
menyambutnya di jalan-jalan raya. Dewi Suhita dan Anjasmara serta para penggawa
menyambutnya di bangsal Witana. Maka Damar Wulan pun diangkat menjadi Ratu
Angabaya.
Empat
tahun sudah Damar menjadi Ratu Angabaya tetapi datanglah tuduhan dari kepala
agama bahwa ia telah menghinakan agama karena ia menganggap itu hanya takhayul.
Apalagi Damar sangat murah hati dengan penyebaran agama Islam. Maka Ratu
Angabaya itu didakwa di hadapan Dewi Suhita. Damar justru menegaskan bahwa
agama saat itu memang banyak takhayul, banyak kepercayaan kepada hantu dan
kepada kejadian luar biasa. Para penggawa meminta Prabu bertindak tegas seperti
halnya menindak seorang pendurhaka. Prabu meminta keterangan dari berbagai
saksi tetapi justru hal ini digunakan untuk menjatuhkannya oleh para ksatria
yang membencinya. Ratu Angabaya dituduh hendak menurunkan Prabu. Akhirnya
Suhita memutuskan untuk memecat Damar. Namun, Patih justru meminta supaya Damar
dihukum mati. Usulan itupun didukung oleh panewu istana. Akhirnya Damar Wulan
mati. Rakyat gempar mendengar Ratu Angabaya akan dihukum. Maka Menak Koncar
marah, “Inikah rasa terima kasih Gusti kepada Damar Wulan?”. Maka datanglah
utusan dari Bintara membawa berita bahwa tentara Bintara hendak menyerang
Majapahit. Maka berkatalah Menak Koncar, “Sumpah Dewata menghancurkan kamu.
Sebentar lagi kota ini akan musnah. Ketika Damar Wulan, ksatria yang
penghabisan, runtuh ke tanah, seri Majapahit pindah ke Bintara. Majapahit,
runtuhlah kamu!” Maka Menak Koncar pergi. Maka selesailah lakon “Sandhyakala
Ning Majapahit.
ada softcopy dramanya yg lengkap gak?,..kalo ada mau minta,.lgi butuh nih tugas kuliah
BalasHapuspunya naskahnya nggak ? kalo ada bisa boleh kirim ke email saya ? makasih..
BalasHapusMohon maaf... saya hanya punya fotokopian...
Hapusmbak boleh minta file naskahnya? mungkin di scan kan. lagi butuh untuk skripsi
Hapus